Selasa, 21 Oktober 2008

Sastro Jendro hayuningrat pangruwating Diyu saya dapatkan dari seseorang (pak Sumiyanto) di padepokan Rempoah dalam diskusi yang dilakukan selama berbulan-bulan dan pada akhirnya Pak Yanto membuka sastrojendra.
Peninggalan leluhur ini sekarang tersaji disini, barangkali para pengunjung blog ini merasa ada yang kurang atau bahkan tidak sesuai dan berkenan memberikan pandangan serta koreksinya, tentu dengan senang hati kami menerimanya, nuwun.

“Sastajendra Hayuningrat Pangruwating Diyu”
Dalam Sandi Sastro

Ha - Huripku Cahyaning Allah
Na - Nur Hurip cahya wewayangan
Ca - Cipta rasa karsa kwasa
Ra - Rasa kwasa tetunggaling pangreh
Ka - Karsa kwasa kang tanpa larsa lan niat

Da - Dumadi kang kinarti
Ta - Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat
Sa - Sipat hana kang tanpa wiwit
Wa - Wujud hana tan kena kinira
La - Lali eling wewatesane

Pa - Papan kang tanpa kiblat
Dha - Dhuwur wekasane endhek wiwitane
Ja - Jumbuhing kawula lan gusti
Ya - Yen rumngsa tanpa karsa
Nya - Nyata tanpa mata ngerti tanpa diwuruki

Ma - Mati bisa bali
Ga - Guru sejati kang muruki
Ba - Bayu sejati kang andalani
Nga - Ngracut busananing manusngsa

Pendahuluan :
Sastra Jendra ya sastra harjendra yaiku sastra/ilmu sing sifate rahasia/gaib, disebut rahasia sebab ing awale amung diwedarke marang sanak kadang kang pinilih lan sedulur-sedulur secara lisan. Disebut Gaib sebab ilmu iki diajarake dening Guru sejati lewat rasa sejati (tasawuf). Hayuningrat/yuningrat asal soko kata hayu/rahayu sing artine selamet lan ing rat sing artine ning dunyo. Pangruwating Diyu, artine meruwat, meluluhkan, merubah, ndandani sifat-sifat Diyu, raksasa, angkara, durjana. Dadine Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu dimaknani ilmu rahasia magepokan karo keselametan kanggo ngeruwat sifat-sifat angkara ing dunyo iki.
Sastra Jendra Hayuningrat pangruwating Diyu mujudake Ilmu sing asale soko Allah Ta'ala kanggo nylametake sakabehing kang ana ing dunya, maka ora ana pangerten (hakekat) liya sing bisa digapai menungsa (neng tanah Jawa) sing luwih jero lan lewih luas nglewihi Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating Diyu, sebab iki mujudake sastra kang adi luhung utowo ilmu luhur sing miturut para kasepuhan mujudake akhire saking sa'kabehing pengetahuan/kawruh kasampurnaan ilmu Tasawuf Jawa hingga dina iki.
Untuk memudahkan pemahaman Sastrojendro Hayuningrat Pangruwating Diyu, sementara kami sampaikan dengan bahasa Indonesia

Makna/kawruh yang terkandung Dalam sandi sastra
Kalau diurut dari atas ke bawah, Dari Ha sampai Nga, mengandung makna yang sangat dalam dan luas tentang rahasia gumelaring dumadi, atau pambabaring titah, atau rahasia jati diri, asal usul/ terjadinya manusia menurut persepsi orang jawa. Yaitu terciptanya manusia dari Nur, Cahaya Allah yang bersifat Tri Tunggal Maha Suci, yang merasuk busana anasir-anasir sebagai wadah, yaitu badan jasmani halusan dan badan jasmani kasar.

Apabila diurut terbalik dari Nga naik sampai Ha, inilah yang merupakan “rahasia” jalan rahayu, ya pangruwating Diyu, untuk menuju kesempurnaan hidup kembali kepada sangkan paraning dumadi. Kembali ke asal mula, kea alam Sejati yaitu menghadap Allah yang Maha Agung. Jadi dari Nga sampai ha, juga merupakan urut-urutan panembah, dimulai dari badan jasmani kasar (alam syariat), dimana titik berat kesadaran kemudian harus dialihkan satu tahap demi tahap kea rah asal mula, ke Alam Sejati. Syarat mutlak agar kita dapat menyadari/ memahami sesuatu hal, adalah membawa kesadaran kita bergerak masuk berada disitu. Fokus.titik berat kesadaran dapat berpindah. Dalam keseharian hidup, kesadaran kita banyak terfokus dalam badan kasar, alam anasir, diluar alam Sejati. Tahapan pertama yang harus dilalui yaitu Nga, sedemikian rumit dan sulitnya, maka dapat dibayangkan tidak begitu mudah untuk dapat memindahkan titik berat/fokus kesadaran ke Alam Sejati, namun itulah intinya perjalanan spiritual yang harus kita tempuh.
Uraian

Secara “garis besar” Ha Na Ca Ra Ka Da Ta Sa Wa La Pa Dha Ja Ya Nya Ma Ga Ba Tha Nga kalau diuraikan adalah sebagai berikut (garis besar saja, karena detailnya begitu luas/multi dimensi tak terkira penuh dengan pengetahuan kasunyatan sejati yang tak habis diuraikan dalam bahasa kewadagan apalagi tulisan). Dan ini adalah garis besar uraian dari sisi spiritualnya untuk dipakai sebagai “mile stones” dalam menempuh jalan rahayu untuk dapat kembali ke sangkan paraning dumadi.

1. Ha, Huripku Cahyaning Allah (Hidupku adalah Cahaya Allah). Sebelum ada apa-apa, sebelum ada alam semesta beserta isinya ini tercipta, adalah Sang Hidup (Al Hayyu) ya Allah ya Ingsung yang ada dialam awang-uwung yang tiada awal dan Akhir, yaitu alam/keadaan Allah yang masih rahasia/Alam Sejati. Itulah Kerajaan Allah ya Ingsung. Sebelum alam semesta tercipta, Allah berkehendak menurunkan Roh Suci, ya Cahaya Allah. Ya Cahaya Allah itulah hidupku, hidup kita yang Maha Suci. Alam sejati adalah alam yang tidak menfandung anasir-anasir (unsure-unsur hawa, api, air dan bumi/tanah) yang berada di dalam badan manusia, dimana Cahaya Allah bersemayam. Alam Sejati diselubungi/menyelubungi dua alam beranasir yaitu halus dan kasar. Dapat pula diartikan, badan manusia berada dialam sejati.

2. Na, Nur Hurip Cahya Wewayangan (Nur Hidup Cahaya Yang Membayang). Hidup merupakan kandang Nur yang memancarkan Cahaya Kehidupan yang membayang yang merupakan rahasia Allah. Kehidupan yang Maha Mulia. Tri Tunggal Mahsuci berada dipusat hidup, Ya itulah kerajaan Allah.
Sang Tritunggal adalah Allah Ta,ala/Gusti Allah/Pangeran/Suksma Kawekas, Ingsung/Guru Sejati/Suksma Sejati dan Roh Suci/Nur Pepanjer/Nur Muhammad. Diuraikan diatas, bahwa ketiga alam yaitu badan kasar, badan hasul dan alam sejati, mengambiln ruang dalam badan jasmani kasae secara bersamaan. Namun kebanyakan kita manusia tidak atau belum menyadari akan Alam Sejati, atau samara-samar. Nur Hidup bagaikan Cahaya yang samara mebayang.

3. Ca, Cipta rasa karsa kwasa (Cipta rasa karsa kuasa). Nur Hidup memberi daya kepada Rasa/Rahsa Jati/Sir, artinya Cahaya/Nur/Roh Suci menghidupkan Rasa/Rahsa Jati/Sir yang merupakan sumber kuasa. Maka bersifat Maha Wisesa. Rasa/Rahsa Jati/Sir menghidupkan roh/Suksma yang mewujudkan adanya cipta, Maka bersifat Maha Kuasa.

4. Ra, Rasa kwasa tetunggaling pangreh (Rasa kuasa akan adanya satu-satunya wujud kendali/yang memerintah) Rasa Sejati yang memberi daya hidup roh/suksma sehingga roh/suksma dapat menguasai nafsu (sedulur lima), sehingga terjadilah sifat Maha Tinggi.

5. Ka, Karsa kwasa kang tanpa karsa lan niat (Karsa kuasa tanpa didasari oleh kehendak dan niat). Yang mendasari adanya kuasa agung adalah kasih yang tulus, tanpa kehendak, tanpa niat. Pamrihnya hanyalah terciptanya kasih yang berkuasa memayu hayuning jagad kecil dan jagad agung.

6. Da, Dumadi kang kinarti (Tumitah/menjadi ada/terjadi dengan membawa maksud, rencana dan makna). Ini berkaitan dengan Karsa Allah menciptakan manusia, makhluk lain dan alam semesta beserta isinya yang sesuai dengan rencana Allah.

7. Ta, Tetep jumeneng ing dat kang tanpa niat (Tetap berada dalam Zat yang tanpa niat). Dat atau Zat tenpa bertempat tinggal, yang merupakan awal mula adalah dat Yang Maja Suci yang bersifat Esa, langgeng dan eneng. Hidup sejati kita menyatu dengan dat, ada di dalam dat. Maka didalam kehidupan saat ini agar selalu selaras dengan dat Yang Maha Suci, situasi tanpa niat atau mati sajroning urip (mati didalam hidup) dengan kata lain hidup di dalam kematian, seyogyanya selalu diupayakan.

8. Sa, Sipat hana kang tanpa wiwit (Sifat ada tanpa awal). Ini adalah sifat Sang Hidup, Allah, di Alam Sejati, tiada awal dan tiada akhir, “AKUlah alpha dan Onega”. Demikian pula “hidup” Sejati nya manusia sudah ada sebelumnya, tiada awal mula, bersatu di Alam Sejati yang langgeng, yang merupakan Kerajaan Allah, ya Sangkan Paraning Dumadi.

9. Wa, Wujud hana tan keno kinira (Wujud ada tiada dapat diuraikan/dijelaskan). ADA nya wujud namun tiada dapat diuraikan dan dijelaskan. Ini menerangkan keadaan Allah, yang serba samara, tiada rupa, tiada bersuara, bukan lelaki bukan perempuan, bukan waria, tiada terlihat, tiada bertempat, dijamah disentuh tiada dapat, sebelum adanya dunia dan akhirat yang ada adalah hidup kita.

10. La, Lali eling wewatesane (Lupa dan ingat adalah batasannya). Untuk dapat selalu berada di dalam jalan hayu/ rahayu maka haruslah selalu eling/ingat akan sangkan paraning dumadi dan eling/ingat akan Yang Menitahkan/ Sumber Hidup (Allah SWT). Selalu ingat akan tata laku setiap tindak tanduk yang dijalankan agar selaras dengan Karsa Allah ). Lali/lupa akan menjauhkan dari sangkan paraning dumadi dan menjerumuskan kedalam kegelapan (contoh lupa adalah bagaikan Begawan Wisrawa dalam menguraikan Sastra Jendra Hayuningrat kepada Dewi Sukesi. Tak tahan akan goda/tak kuasa ngracut, mengendalikan nafsu-nafsu keempat saudara maka sang Begawan birahi kepada Dewi Sukesi yang harusnya menjadi menantunya.

11. Pa, Papan kang tanpa kiblat (papan tak berkiblat). Ini menerangkan Alam Sejati, Ya Kerajaan Allah yang tiada dapat diterangkan bagaimana dan dimana orientasinya, bagaikan papan yang tiada utara-selatan-barat-timur-atas-bawah.

12. Dha, Dhuwur wekasane endhek wiwitane (tinggi/luhur pada akhirnya, rendah pada awalnya). Untuk memperoleh tingkatan luhuring batin menjadi insane sempurna memang tidak dapat seketika, mesti diperoleh setapak demi setapak dari bawah (Iman, Islam dan Ikhsan). Demikian pula dala, hal ilmu kasampurnan, dalam mencapai tataran ma’rifat tidaklah dapat langsung meloncat. Untuk bias mengetahui dan memahami makna Ha, maka haruslah dicari dari Nga. Sebelum mencapai sembah rasa, haruslah dilalui sembah raga dan sembah kalbu/ sembah jiwa (Shalat dengan aturannya). Pertama adalah panembah raga/ kawula terhadap Roh Suci kepada Guru Sejati, dan terakhir adalah panembah Guru Sejati/Ingsun jepada Allah subhanahu Wata’ala.

13. Ja, Jumbuhing kawulo lan Gusti (Bersatunya antara hamba dan Tuan nya) Bersatunya titah dan Yang Menitahkannya. Untuk mencapainya maka kesempurnaan hiduplah yang diupayakan yaitu sesuai apa yang dimaksud dalam Sahadat (Bersaksi adanya Allah dan Muhammad UtusanNya). Maka semasa hidup di mayapada/ dunia, sinkronisasi antara Roh Sejati, Ingsung yang Jumeneng pribadi dan busana-busana haruslah terjaga. Bagaikan keris manjing dalam wrangkanya . Untuk dapat mencapai kesatuan antara kawula dan Gusti maka tuntunan seorang guru yaitu Guru Sejati menjadi dominant. Untuk memperolehnya tidaklah mudah, harus disiplin dan bekerja keras bagaikan kerasnya usaha seorang Bima menemukan Dewa Ruci, yaitu wujud Bima dalam ujud yang kecil (nabusia telah menemukan AKU nya sendiri) dalam mencari tirta pawitra.

14. Ya, Yen rumangsa tanpa karsa (kalau merasa tanpa kehendak) Hanya dengan rila/rela, narima, sumarag/pasrah kepada Allah tabpa pamrih lain-lain, namun dorongan kasih sajalah yang akhirnya dapat menjadi perekat yang kuat antara asal dan tujuan, sini dan sana.

15. Nya, Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diwuruki (melihat tanpa matam mengerti tanpa diajari), kalau anugerah Allah telah diterima, maka dapat melihat hal-hal yang kasat mata, karena mata batin telah terbuka. Selain itu, kuasa-kuasa agung akan diberikan oleh Allah melalui Guru Sejatinya sendiri ya Suksma Sejatinya, sehingga kegaiban-kegaiban yang merupakan misteri kehidupan dapat dimengertinya dan diselaminya. Mendapatkan ikmu kasampurnan dari dalam sanubarinya sendiri tanpa melalui perantaraan otak/akal.

16. Ma. Mati bisa bali (mati bisa kembali). Kasih Allah yang luar biasa selalu memberikan ampunan kepada setiap manusia yang “mati” terjatuh dalam dosa dan salah. Matinya raga atau badan wadag hanyalah matinya keempat anasir yang tadinya tiada, kembali tiada. Namun roh yang sifatnya kekal tidak mati namun kembali kepada Allah SWTm ya kerajaan Allah yang tiada awal dan akhir.Namun apabila selama hidupnya di mayapada tidak sesuai dengan Karsa Allah, melupakan Allah dan Ajaran Guru Sejati, maka tidak dapat Ngracut busana kamanungsan nya untuk tindakan-tindakan budi luhur, maka tidaklah langsung kembali ke Alam Sejati, maka harus mendapatkan balasan sesuai bobot kesalahanya, untuk mempertanggungjawabkan semua tindakannya.

17. Ga, Guru Sejati Kang Muruki (Guru Sejati yang mengajari). Sumber segala sesuatu adalah Allah yang dipancarkan melalui Sang Guru Sejati/Ingsung, maka hanya kepadaNyalah tuntunan harusnya diperoleh. Petunjuk Guru Sejati hanya dapat didengar dam diterima apabila sudah dapat berhasil meracut busana kamanungsan nya. Disini akan tercapai guruku ya AKU, muridKU yang aki.

18. Ba, Bayu Sejati kang andalani (Dengan bantuan Bayu Sejati). Daya kekuatan sejati yang merupakan bayangan daya kekuatan Allah lah yang mendorong “pencapaian” tingkat-tingkat yang lenbih tinggi atau maksud-maksid spiritual yang berarti.

19. Tha, Thukul saka niat (Tumbuh/muncul dari nuat). Niat menuju kearah sangkan paraning dumadi yang didasari kesucian, tanpa kehenak (selain ridloNya) dari keinginan ataupun pamrih keduniawian. Timbulnya niat suci hanya didasari cinta/kasih illahi.

20. Nga, Ngracut busananing manungsa (nerajut/menjalin pakaian-pakaian kemanusian-nya). Busana kemanungsan adalah empat anasirm yang dimanifestasikan dalam wujud-wujud sedulur papat, serta lima sedulur lainnya. Kesembilan Saudara tersebut harus dikuasai, diracut/dijalin dengan memahami kelebihan dan kekuranannya, agar tercapai “iklim” harmoni/ balance dalam perjalanan manusia hidup di maya pada ini, yang pada akhirnya tercapailah kesempurnaan hidup.
Uraian Tentang Sedulur 9

Kodratullah, terjadi dari bayangan Rahsa Jati, wadagnya berada pada kemaluan (dalam persepsi jawa) yang berkecenderungan negative kearah nafsu sahwat. Apabila dapat dikuasai maka akan dapat diarahkan untuk menjadi dasar kekuatan akan keindahan.

Wujudullah, yang terjadi dari anasir tanah/bumi, wadagnya ada di aging dan kulit, ini berkecenderungan serakah dan tamak, mau menang sendiri, curang, lamban, malas, serta menjauhkan dari kebaikan. Apabila dapat dikuasai dan diarahkan dapat menjadi dasar kekuatan jasmani dan ketabahan serta tahan akan penderiotaan.

Sirullah, terjadi dari anasir Api, wadagnya berada dalam darah. Wataknya berangasan, menunjukkan amarah, tidak sabaran dan gelap mata.Kalau bisa dikendalikan menjadi kemauan, tekad dan ketekunan bahkan menjadi jalan bagi saudara-saudara lainnya dalam mencapai tujuan. Tanpa bantuan dan daya Sirullah maka tidak akan tercapai.

Sifatullah, terjadi dari abasir air, wadagnya berada dalam tulang sumsum. Kekuatannya terasakan sebagai kehendak, yang menyebabkan adanya keinginan-keinginan, atau cita-cita. Dapat menjadi saran Karsa Allah. Akan menjadi negative apabila tidak dikendalikan, wujudnya adalah kegiatan kearah kegemaran serta kesenangan yang tidak baik.

Dzatullah, terjadi dari unsure hawa, berada di nafas. Mempunyai watak jernih, belas kasih, bakti, cenderung akan hal-hal kesucian. Untuk menimbulkan kesanggupan berkorban atas dasar kasih, mendorong untuk tercapainya ketentraman dalam hidup dengan sesame. Kekuatannya untuk menimbulkan kesanggupan berbakti, penyerahan total, menambah penuntun Sejati/Guru Sejati untuk makin mendekat dan bersatu dengan Allah.

Pangaribawa, terjadi dari bayangan Roh Suci, wadagnya berujud tali pusar dan halusnya ada di angan-angan berupa “Cipta”. Merupakan kekuatan paling bawah dari jiwa manusia. Pangaribawa memberi kekuatan kepada fungsi Pancaindera, maka kekuatan ini seyogyanya diarahkan untuk menangkap hal-hal yang positif sesuai ajaran Guru Sejati untuk keutamaan hidup.

Prabawa, terjadi dari bayangan Ingsun/Guru Sejati, halusnya berada di angan-angan, berupa “nalar”. Daya kekuatannya melebihi Pangaribawa yaitu memberi kemampuan untuk mengolah semua hal yang dapat ditangkap oleh pangaribawa. Prabawa kemudian mendorong akan timbulnya pertanyaan apa, kenapa, bagaimana, dsb. Untuk menemukan jawaban yang tepat, seyogyanya Prabawa haruslah didampingi erat oleh Dzatullah untuk mendorong kearah kejujuran akan cinta kebenaran agar tidak terjerumus kearah pembenaran tindakan yang salah.

Kamayan, merupakan bayangan dari Allah Ta’ala/Pangeran/Gusti Yang Maha Agung (cerminan/bukan wujud Allah), wadagnya berujud Jantung dan halusnya berada di angan-angan berupa “akal budi”. Kekuatannya yang disebut Kamayan atau Maya adalah kekuatan tertinggi dari angan-angan. Kamayan memberi kemampuan untuk memperoleh pengertian-pengertian yang luas dan mendalam mengenai hal-hal yang ditangkap oleh Pangaribawa dan Prabawa, sehingga dapat diambil intinya dan kesimpulannya.

Bayu Sejati, terjadi dari daya kekuatan kuasa Allah, wadagnya di tulang ekor sampai sumsum tulang belakang. Mempunyai daya kekuatan luar biasa. Energi kundalini adalah salah satu daya kekuatan yang bersumber dari Bayu Sejati.

Uraian Lebih Kanjut tentang Nga (“Meracut Busana Manusia”}

Saudara sembilan pada kenataanya tidaklah berada secara terus menerus di bagian wadag seperti yang diuraikan diatas. Halusnya berujud cahaya yang mempunyai warna sendiri-sendiri, Kodratullah-oranye, Wujudullah-hitam, Sifatullah-kuning, Dzatullah-putih, Sirullah-merah, Pangaribawa-kuning emas, Kamayan-putih kemilau.

Semua saudara terjadi/tercipta bersamaan dengan turunnya Roh Suci didalam rahim ibu. Kamayan, Prabawa dan pangaribawa ketiga-tiganya menjadi satu merupakan sang “aku” dari manusia (aku disini bukan “pribadi”), yaitu kekuasaan yang diberikan Allah untuk mengendalikan kelima saudara lainnya (sirullah, dzatullah, sifatullah, wujudullah, dan kodratullah). Jadi ketiganya menjadi satu angan-anagan yang bersifat tiga, punya watak dan kekuasaab sendiri-sendiri. Kekuasaan tertinggi adalah Kamayan, kemudian Prabawa, baru Pangaribawa. Dalam bertindak, ketiga-tiganya selalu berbarengan dan membantu/menjiwai/memberi kekuatan tindakan saudara-saudara lainnya. Walaupun menerima kuasa dari Allah, namun tri-tunggal Kamayan-Prabawa-Pangaribawa tidaklah mampu menjamin kesejahteraan jiwa. Yang dapat menjamin kesejahteraan dan keharmonisan jiwa manusia hanyalah Tri Tunggal Mahasuci. Allah, Ingsun dan Roh Suci.

Kesembulan Saudara; Bayu Sejati, sirullah, dzatullah, sifatullah, wujudullah, kodratullah, Pangaribawa, Prabawa dan kamayan, berada dalam badan halusan manusia yang harus dapat dikuasai agar saling bekerja sama dengan baik, agar tercapailah keadaan jiwa yang seimbang dan harmonis untuk meningkatkan keutamaan/budi luhur. Sifat angan-angan (Pangaribawa, Prabawa dan Kamayan) cenderung dapat menghalangi masuknya pancaran sinar Illahi adalah karena sifat kedaulatannya yang menimbulkan “aku” manusia. Aku nya manusia kemudian dapat dihinggapi rasa perasaan kuasa. Inilah yang dapat menyebabkan seolah-olah Nur Hidup merupakan cahaya yang bagaikan baying-bayang yang tidak jelas, samara, karena tertutup okeh angan-angan.

v Wujudullah dan Kodratullah bias sempurna bertindak apabila mendapat daya kekuatan dari Sirullah

v Sirullah dapat bertindak dengan baik apabila memperoleh daya kekuatan dari Sifatullah

v Sifatullah yang mengkoordinasikan agar Sirullah dan Wujudullah serta Kodratullah membantu kemauannya.

v Dzatullah lah yang seharusnya dapat menerangi akan tindakan-tindakan saudara-saudara lainnya. Jadi Sifatullah harus mau menerima pepadang/ penerangan dari Dzatullah, yang kemudian memberi daya kepada Dzatullah untuk dapat menerangi ketiga Saudara lainnya yaitu Sirullah, Wujudullah dan Kodratullah agar berjalan di dalam kebenaran dan kebaikan. Maka demikian pula Sifatullah tanpa bekerja sama dengan Dzatullah akan menjadi budak Sirullah, Wujudullah dan Kodratullah yang cenderung diajak berjalan kearah ketidak baikan/hal negative.

v Semua hal tersebut, agar dapat terlaksana menjadi tindakan, apabila dibantu/dijiwai oleh ketiga saudara : Pangaribawa, Prabawa dan kamayan. Jadi tiga saudara inilah yang seharusnya menuntun dan memberi jalan kepada Dzatullah agar menjadi kuat dan menggandeng Sifatullah. Angan-angan menjadi terang apabila mendukung Dzatullah agar selalu membawa kearah keinginan dan tindakan yang luhur dan membangun watak utama.

v Kalau nafsu-nafsu (kelima saudara) dapat dikendalikan/dikuasai, maka angan-angan atau ketiga saudara (Pangaribawa, Prabawa dan Kamayan) menjadi lebih mudah dikendalikan, dikumpulkan menjadi satu dalam hati sanubari, janganlah sampai berhubungan dengan otak. Hal ini sangat diperlukan dalam upaya untuk menerima “anugerah” tuntunan dari Ingsun/Guru Sejati.

v Bayu Sejatilah yang pada akhirnya direngkuh untuk memberi daya lebih untuk tujuan-tujuan spiritual maupun hal-hal kebaikan lainnya yang “lebih jauh”

Apabila kesembilan saudara sudah dapat dikuasai, dikendalikan dan patuh kepada aku sejati ya Roh Suci manusia, maka Wujudullah menjadi dasar kekuatan, Sirullah tidak sabar akan kebaikan, Sifatullah menjadi lantaran keinginan dan kehendak, Dzatullah menjadi sempurna kesuciannya dan panembahnya kepada Ingsun/Guru Sejati/Rasul Sejati dan kepada Allah. Dimana Pangaribawa, Prabawa dan kamayan menyatu menjadi satu cipta luhur atau akal budi yang jernih, didalam ketenangan/ketentraman yang eneng, dan akan terwujudlah jalan rahayau kearah kemulyaan langgeng, Alam Sejati.